Pernikahan Itu Menyatukan Dua Keluarga Inilah Penjelasannya
Pernikahan Itu Menyatukan Dua Keluarga Inilah Penjelasannya |
Tak bisa dipungkiri bahwa mempersiapkan pernikahan bisa bikin stres. Tapi bukan berarti semuanya akan terasa berat dijalani. Justru banyak pelajaran yg bisa diperoleh dari pengalaman mempersiapkan pernikahan itu.
Meeting dengan vendor, survei sana-sini, mencari jadwal wedding expo sampai browsing hal-hal yg berbau pernikahan menjadi kebiasaan baru sejak acara lamaran kami 10 Januari 2015. Persiapan pernikahan kami sebenarnya berjalan cukup lancar, tidak ada drama yg berlebihan tapi tidak mudah juga.
Pernikahan Itu Menyatukan Dua Keluarga Inilah Penjelasannya |
Keinginan kami untuk mempersiapkan pernikahan berdua saja tanpa bantuan Wedding Organizer (WO) bukan semata-mata karena kami idealis, tapi karena ada banyak hal positif yg bisa kami dapatkan dari persiapan itu. Mempersiapkan pernikahan berdua saja sama hal nya dengan belajar menjadi suami & istri dalam menjalankan peran kami nanti. Saya yg pada dasarnya punya sifat dominan harus belajar untuk menerima keputusan calon suami saya sewaktu persiapan pernikahan, karena nantinya dia adalah kepala keluarga bagi kami.
Calon suami saya yg punya sifat mengalah, harus belajar membuat keputusan untuk kami & mau mendengarkan saya sebagai pendampingnya. Mempersiapkan pernikahan berdua membuat kami punya hubungan yg lebih dalam, karena kami sering saling mendengarkan & didengarkan, sering punya waktu berdua bersama & punya komunikasi yg semakin intens. Tapi, itu tidak semudah yg dipikirkan.
Meskipun persiapan pernikahan kami kelihatannya mudah, karena tanpa drama LDR & drama curi-curi waktu di jam kerja karena beda kantor, tapi kami punya tantangan lain dalam mengurus berbagai persiapan. Bekerja dengan waktu yg fleksibel bersama calon suami ternyata tidak semudah yg dipikirkan.
Waktu kerja yg fleksibel malah menjadi kesulitan tersendiri bagi kami untuk mengurus ini & itu. Jadwal meeting dengan vendor yg sering bentrok dengan jadwal client, kemacetan yg tidak jarang membuat jadwal berantakan, curi-curi waktu untuk mengerjakan deadline di kafe sambil menunggu vendorbahkan kami seringkali kami harus berkantor di dalam mobil untuk bisa berburu dengan waktu. Hal itu menjadi bumbu sekaligus tantangan buat kami. Maklum saja, semakin mendekati hari H, bukan hanya target persiapan yg harus rampung tapi target untuk mengumpulkan pundi-pundi di akun bank juga harus tercapai, jadi pekerjaan sekuler tetap jadi prioritas.
Pernikahan Itu Menyatukan Dua Keluarga Inilah Penjelasannya |
Sebenarnya, saya ingin sekali menggelar pernikahan dengan suasana intim, bersama keluarga & kerabat terdekat saja & dilaksanakan di luar Jakarta sekalian untuk berlibur. Tapi tampaknya ini pengorbanan yg terbesar yg saya lakukan untuk pernikahan kami. Latar belakang orang tua kami yg punya keluarga besar & punya cukup banyak relasi bisnis membuat saya harus menurunkan ego untuk bisa menyenangkan banyak pihak.
Memilih daftar tamu un&gan menjadi hal yg tersulit bagi kami dalam proses persiapan permikahan kami. Kami harus bersikap adil & masuk akal dalam menentukan siapa saja yg ingin diun&g oleh kami & masing-masing keluarga, sehingga pada akhirnya saya juga bisa merasakan pernikahan yg intimatemeskipun dengan jumlah un&gan yg cukup banyak. Tidak egois & tidak terlalu idealis merupakan keputusan yg benar yg sudah kami buat, sehingga yg menikmati kebahagiaan bukan hanya kami tapi juga orang tua & keluarga kami yg bisa menjadikan pernikahan kami menjadi acara reuni dengan keluarga atau kerabat yg sudah lama tidak bertemu.
Di samping ada banyak tantangan yg secara teknis yg menguras waktu & tenaga kami, & tentu tidak bisa saya ceritakan semuanya. Ada satu tantangan besar lain yg yg muncul menjelang pernikahan, ini bukan perdebatan saya & calon suami saya saat itu, bukan juga perdebatan keluarga yg (katanya) sering muncul dalam persiapan pernikahan, karena selama persiapan pernikahan, kami tidak pernah berdebat soal apapun. Tantangan ini muncul dari perasaan sendiri, rasa yakin.
Menjelang hari H, saya merasa uring-uringan, lebih mellow & sering ragu. Bukan ragu dengan siapa yg saya pilih untuk menjadi teman hidup. Saya hanya tidak yakin bisa meninggalkan rumah, keluarga & kehidupan saya di rumah orang tua saya. Seringkali saya menangis. Saya merasa siap menikah, tapi saya tidak siap keluar dari rumah. Perasaan yg campur aduk kan? Maklum saja, saya dibesarkan oleh keluarga yg penuh cinta.
Pernikahan Itu Menyatukan Dua Keluarga Inilah Penjelasannya |
Menikah membuat saya harus memupuk keyakinan yg lebih, tidak hanya yakin bahwa dia adalah orang yg tepat untuk saya, tetapi juga yakin jika dia bisa memberikan cinta yg besar seperti yg saya dapatkan sebelumnya, tidak hanya 1-2 tahun tapi sampai akhir hayat kami.
Kekhawatiran saya untuk meninggalkan rumah, selalu saya ceritakan ke pasangan saya, mungkin sampai dia bosan mendengar curhatan saya atau bahkan berpikir saya ragu dengan dia. Tapi reaksi dia selalu positif, dia mendengarkan saya, meyakinkan saya & membantu saya berpikir lebih dewasa. Maklum saja, umur saya masih 23 tahun saat itu, jadi secara emosi mungkin belum cukup stabil. Hal positif dari pasangan saya, membuat saya berpikir lagi & merasa pernikahan kami tidak akan menjauhkan kami dengan keluarga kami masing-masing, malah pernikahan kami mendekatkan kami. Keluarga saya punya anak laki laki baru. Keluarganya punya anak perempuan baru.
Saya sangat bersyukur, bisa melewati berbagai warna dalam persiapan itu. Kami bersyukur punya keluarga yg mendukung segala keputusan kami, yg tidak banyak menuntut atau memberatkan kami dengan ekspektasi yg terlalu tinggi. Saya bersyukur, punya(calon) suami yg sangat amat baik, sabar, pengertian & tidak pernah lelah dengan segala kerumitan persiapan pernikahan.
Maklum, saya mengerti kalau biasanya kaum pria tidak pernah sabar dengan segala printilan yg berhubungan dengan pernikahan. Tapi satu hal yg sangat saya syukuri, pasangan saya tidak pernah meninggalkan saya sendiri untuk mengurus pernikahan kami. Dia selalu ada di samping saya & mungkin itulah yg membuat saya tidak terlalu stres dalam menghadapi pernikahan. How blessed I am!
Persiapan pernikahan ternyata bukan hanya soal teknis persiapan, bukan hanya soal mewujudkan hari pernikahan yg diinginkan, bukan hanya tentang caranya menyenangkan orang banyak & bukan tentang banyak hal mainstream yg biasa ada dalam buku atau web persiapan pernikahan.
Persiapan membantu kami mengubah sudut pan&g tentang banyak hal, tentang menghadapi keadaan yg tidak selalu sesuai dengan harapan, tentang mengalah & mencari solusi yg terbaik serta tentang berurusan dengan perasaan orang lain.
Persiapan pernikahan mengubah kami. Mendewasakan pikiran, memantapkan hati & meyakinkan diri bahwa acara pernikahan hanyalah gerbang.Tidak ada yg sempurna dalam awal sebuah langkah berkeluarga & kami tidak punya kuasa untuk menyenangkan semua pihak. Kami hanya melakukan apapun yg kami bisa kami lakukan untuk dapat secara sah memulai kehidupan yg baru, yaitu pernikahan.
Pernikahan Itu Menyatukan Dua Keluarga Inilah Penjelasannya |
Dari pengalaman saya, sewaktu hari pernikahan, sebenarnya sulit bagi kami untuk bisa menikmati acara bahkan untuk menikmati makanan saja sudah tidak cukup selera (karena sudah lelah dengan run-down acara). Jadi seringkali yg akan kita nikmati & kita kenang setelah menikah adalah bukan momen hari pernikahannya tapi segala persiapannya.
Karena itu buatlah persiapan pernikahan menjadi sesuatu yg menyenangkan, sebagai pengalaman baru yg penuh warna bersama pasangan, bukan sebagai beban yg membuat kita tidak punya cerita indah yg akan kita kenang & bagikan nanti.
Sekian dari artikel Pernikahan Itu Menyatukan Dua Keluarga Inilah Penjelasannya.
0 Response to "Pernikahan Itu Menyatukan Dua Keluarga Inilah Penjelasannya"
Post a Comment