5 Alasan Anda Jangan Buru-buru nikah saat Capek kerja
Mrinspirasi – Buru-buru nikah memang ga baik, mending mapan dulu baru menikah. Beberapa waktu lalu, sering muncul unggahan di media sosial tentang “Capek kerja, nikah saja”. Ajakan untuk menikah ini diserukan terutama untuk cewek , seolah menikah adalah solusi dari segala persoalan Yg muncul sehari-hari. Sedang untuk pria, ajakannya berbeda.
Dengan menikah, setidaknya ada Yg mengurus di rumah setelah lelah bekerja. Padahal, apa iya menikah akan menjamin bahagia?
Jawabannya sebenarnya mudah. Jika menikah adalah atas segala solusi dan sudah pasti bahagia, tentunya nggak akan ada Yg namanya perceraian, permasalahan rumah tangga, KDRT, dan lain sebagainya. Karenanya, terlalu aneh dan terburu-buru bila capek kerja lantas berpikir menikah adalah solusinya.
Baca juga : 5 Hal Ini Akan Anda Rasakan Sebelum Menikah Karena Pernah Patah Hati
Berikut 5 Alasan Anda Jangan Buru-buru nikah saat Capek kerja :
1. Ada lagi Yg bilang “capek cari nafkah, penginnya dinafkahi aja”. Tapi setelah ada Yg menafkahi apakah hidup otomatis bahagia sejahtera sampai mati?
Kata-kata ini biasanya ditujukan pada perempuan. Maklum, masyarakat kita masih sangat patriarki, sehingga urusan cari nafkah dengan mudah dibebankan pada suami. Sebagai istri, tinggal terima gaji (suami) saja dan mengaturnya untuk roda rumah tangga sehari-hari. Tapi ini juga bukan jaminan untuk bisa sejahtera tanpa perlu bekerja lagi. Yah, kecuali anda menikahi konglomerat Yg kekayaannya tak habis tujuh turunan, meski setiap hari hanya ongkang-ongkang kaki.
2. Bingung juga mengapa banyak Yg menganggap menikah adalah solusi segala masalah. Padahal pernikahan punya segudang problematika Yg berbeda
Nyatanya, pernikahan adalah sebuah tahapan hidup, dengan segudang permasalahan berbeda, Yg mungkin justru lebih kompleks pula. Ketika masih sendiri, setidaknya tanggung jawab terbesar adalah kepada diri sendiri. Kegagalan dan hal buruk, menYgkut diri sendiri. Tapi dalam pernikahan, semuanya jalin-menjalin untuk dua orang, dan anak-anak kelak. Terlebih problematika Yg sama pun nggak lagi bisa dihadapi dengan cara Yg sama.
3. Saat rasa lelah dan overload tak tertahankan, kita masih bisa resign. Beda dengan pernikahan Yg kontraknya seumur hidup
Tekanan pekerjaan itu memang besar. Terkadang ambil cuti nggak lagi mempan menghilangkan jenuh dan capeknya dalam bekerja. Namun, ketika anda nggak sanggup lagi menahan tekanan kerja, anda bisa mulai buka-buka Jobstreet untuk mencari tahu kesempatan lainnya. Siapa tahu selama ini anda salah jalur kariernya dan di luar sana masih banyak tempat lain Yg lebih bisa mengapresiasi kinerjamu sehingga tekanannya tak perlu sebesar itu.
Intinya, capek dan jenuh tingkat wahid dalam bekerja, anda masih bisa resign untuk mencari Yg lebih baik. Tapi pernikahan bukanlah hal Yg sama. Pernikahan bukanlah kontrak kerja Yg bisa diakhiri kapan saja. Dengan segudang problematikanya itu, tentu anda nggak bisa seenaknya membuat surat resign saat tak senang bukan?
4. Setelah menikah, beban hidup memang dihadapi berdua. Tapi tanpa sikap dewasa dan komitmen Yg luar biasa, ini bisa memberatkan juga
Argumen ini cukup masuk akal. Menjalani komitmen dengan orang lain, setidaknya ada partner in crime resmi dalam menghadapi persoalan sehari-hari. Anda nggak harus berpikir sendirian untuk mencari solusi. Namun, jangan lupa juga bahwa menyatukan dua kepala itu bukan hal sederhana. Secocok apa pun, anda dan dia nggak mungkin punya pemikiran Yg 100% sama tentang segalanya.
Perbedaan itu pasti ada. Tanpa sikap Yg dewasa, ego Yg sedikit dijinakkan, serta komitmen untuk kompromi Yg matang, dua kepala dalam hubungan ini bisa sangat memberatkan juga. Karena bagaimanapun, sekarang anda harus mempertimbangkan posisinya, nggak bisa apa-apa jalan sendirian.
5. Capek kerja masih bisa minta cuti. Tapi kalau capek urus suami dan anak, masa iya mau “minta cuti” juga?
Bekerja memang melelahkan. Berkutat dengan deadline-deadline dari Senin hingga Jumat (terkadang lanjut Sabtu dan Minggu bila belum selesai) memang menjemukan. Apalagi kalau setiap hari harus menghadapi klien-klien Yg selalu bersikap “nggak mau tahu” dan atasan Yg sama nggak mau tahunya. Capek!
Sekian dari artikel 5 Alasan Anda Jangan Buru-buru nikah saat Capek kerja.
0 Response to "5 Alasan Anda Jangan Buru-buru nikah saat Capek kerja"
Post a Comment